Cerpen Timer Waktu, Sang Pemberi Makna
Timer Waktu, Sang Pemberi Makna
Karya Nala Aether
Angin berhembus pelan, menjatuhkan menjatuhkan daun kekuningan yang telah lama bertengger di cabang-cabang pohon. Suara tawa anak laki-laki dengan pipi chubby terdengar, tangan mungilnya memainkan salah satu tangkai bunga. Memetik kelopak bunganya. Anak itu berlarian kesana kemari, melewati seorang gadis duduk sendirian di salah satu bangku.
Manik matanya terpaku pada anak itu saat ditangkap, dan digendong oleh Ayahnya. Sedangkan di sisi lain ada sosok wanita yang tersenyum manis sembari mengacak-acak rambut si anak. Gadis kecil itu hanya tersenyum tipis melihat interaksi itu. Namun, ada hal lain yang tersirat dari sorot matanya.
“Nona …” suara lembut terdengar. Seseorang terasa menepuk bahu gadis itu. Hingga mengalihkan perhatiannya.
Seorang wanita berhijab berdiri dengan senyuman yang terukir di wajahnya. Tangannya mengusap lembut kepala gadis itu. “Kita pulang ya …”
Gadis itu mengangguk pelan. “Iya, Bu …”
Tangan wanita itu menggandeng tangan kecil si anak perempuan. Dan hal itu membuat senyum tipis terukir di wajahnya.
Warna biru langit mulai dikalahkan oleh orange yang mendominasi.
Langkah kaki mereka terhenti tepat di depan sebuah rumah yang cukup luas. Rumah yang didominasi oleh cat putih dengan warna coklat tua di bagian pintu dan jendela nya. Banyak gelombang suara yang dapat tertangkap oleh telinga mereka. Sebuah nama terukir di sisi lain atap depan pintu masuk. ‘Panti Asuhan Lentera Hati’.
Gadis itu masuk ke dalam nya. Tampak anak-anak berbagai usia tinggal di sana. Beberapa dari mereka, sedang membaca sebuah buku dengan posisi tengkurap di atas karpet. Ada anak laki-laki yang lebih kecil usianya sedang memainkan mobil-mobilan, dengan anak lain yang usianya sedikit lebih besar darinya. Hanya berbeda 2 tahun.
“Nona!”
Panggilan itu membuat pandangannya teralih pada salah satu gadis yang sedang berkutat dengan buku gambarnya. Gadis itu menggerakkan tangan seolah memintanya untuk ke sana.
“Anak-anak … mainnya sebentar lagi ya. Nanti kita berdo’a sama Allah kalau udah dengar?”
“ADZAN …” Mereka menjawabnya dengan serempak. Nona kemudian berjalan perlahan menghampiri gadis yang berada di sudut kiri.
“Kita gambar bareng yuk!” gadis itu memberikan selembar kertas putih dengan krayon isi 12.
“Iya, Adis.”
Mereka mulai menggambar bersama. Nona meraih krayon hitam, ia menggoreskan ya pada kertas putih itu. Hingga saat suara kumandang adzan terdengar, membuat mereka menghentikan aktivitas.
“Ayo Na.”
Mereka meninggalkan tempat itu. Terlihat gambar tiga orang yang bergandengan tangan. Satu laki-laki, satu perempuan dan satu anak kecil di tengah-tengahnya. Gambar itu dihiasi oleh hati warna merah di sisi-sisinya.
ⴵ
Hari menyongsong pagi, terdengar suara berisik langkah kaki. Salah seorang anak perempuan masih berat untuk membuka matanya. Ia mengerjap beberapa kali. Nona perlahan duduk dan menurunkan kakinya di lantai putih, dingin terasa pada telapak kakinya.
Jam berdetak hingga kini menunjukkan pukul 08.00, Nona berdiri di sisi lain pintu depan begitu pula dengan teman-temannya yang lain. Ibu panti yang meminta untuk melakukan hal ini. Tak lama langkah kaki terdengar mendekati pintu, bayangan yang tampak membuat Nona mendongakkan kepalanya.
Seorang laki-laki yang berambut dominan putih menggandeng tangan seorang anak perempuan. Di samping kirinya seorang wanita dengan rambut dikuncir kuda, juga menggandeng tangan anak itu.
“Bilang selamat datang, anak-anak …,” pinta wanita yang berdiri di paling ujung, jauh dari pintu.
Mereka berucap serempak, beberapa dari mereka melambaikan tangannya. Senyuman terlihat dari anak kecil itu. Ia mendongakkan kepalanya, melihat ke arah wanita yang disampingnya.
“Joy, gimana? Temannya banyak kan …” suara lembut itu terdengar di telinga Nona, terlihat wanita itu berjongkok untuk menyamakan tingginya. Manik mata Nona terus terpaku pada sosok gadis kecil itu.
“Kalian ajak main ya …” pinta ibu panti.
“Iya!” jawab mereka dengan semangat, kecuali Nona yang masih diam. Beberapa anak lain menghampiri gadis kecil itu.
“Ayo kita main boneka …,” ajak anak perempuan yang lainnya. Mereka menggandeng tangan gadis kecil itu. Sementara pandangan Nona tetap tertuju padanya.
Nona sedikit tersentak ketika ada seseorang yang menyenggol lengannya. Ia menoleh ke samping kanannya.
“Ayo Na, kita ke sana.”
Gadis berusia 11 tahun itu melihat ke kanannya, arah yang ditunjuk oleh teman dekatnya, Adis. Terlihat tak sedikit teman-teman mereka yang lain berada di sekitar anak kecil itu.
“Bonekanya lucu kan … kaya kamu,” ucap anak perempuan yang duduk di depan anak kecil, sembari menggoyangkan boneka beruang yang dipegangnya.
“Mereka lucu-lucu ya Bu …” ucap seorang wanita yang membuat Nona menoleh ke arahnya.
Ibu panti mengangguk pelan, diiringi senyuman. “Iya Bu … Saya terkadang merasa bahagia karena kelakuan lucu mereka.”
Nona kemudian menggelengkan kepalanya. “Di sana udah rame. Kita main ayunan aja.”
Adis mengangguk semangat. “Ayoo!”
Mereka berjalan keluar dari rumah. Beralih ke arah sisi samping rumah. Ada pohon besar yang berdiri di sana. Di salah satu batang pohon yang cukup besar. Ada sebuah ayunan yang bergerak mengalun mengikuti arah angin yang membawanya.
Mereka naik ayunan itu bergantian. Nona yang menaiki nya terlebih dahulu. Tak lama kemudian bergantian dengan Adis. Ia mendorong ayunan itu dari belakang. Mereka tampak tertawa lepas.
Nona perlahan menarik tangannya dari tali ayunan. Ia berbalik badan. Matanya tertuju pada bunga-bunga yang bermekaran. “Cantik,” lirihnya sembari menyunggingkan senyuman tipis.
Mereka berjalan menuju rumah setelah menghabiskan waktu cukup lama untuk bermain. Saat di ambang pintu, Nona tanpa sengaja berpapasan dengan tiga orang yang menjadi tamu di panti. Ia terpaku ketika matanya bertatapan dengan mata anak kecil itu. Ia menoleh ke kiri, mengikuti kepergian mereka.
“Ayo Na, masuk.”
“A-ah, iya.” Nona menoleh ke arah temannya, lalu mengangguk pelan.
ⴵ
Waktu tak akan berhenti begitu saja. Pergantian siang dan malam akan terus terjadi. Nona menyambut pagi harinya dengan baik. Walaupun sekarang adalah hari Senin, hal itu tak membuatnya masuk ke sekolah karena masa liburan masih panjang.
Ia keluar dari kamar dan mendapati ibu panti sedang mengobrol dengan sepasang suami-isteri.
Kami ingin mengadopsi anak Bu …
Bahunya terasa disentuh oleh seseorang yang membuatnya menoleh ke belakang.
“Kenapa Na?” tanya Adis yang berjalan ke sampingnya. Nona hanya menanggapi dengan gelengan kepala. Mereka kemudian pergi dari tempat itu dan memutuskan untuk kembali bermain ayunan.
Saat Adis bermain ayunan, ia perlahan memperlambat gerakan ayunan itu. Ia melihat ke arah rerumputan hijau yang diinjaknya. “Gimana ya, rasanya punya orang tua. Aku juga penasaran siapa ya orang tua kandung aku.”
Nona tersenyum kecut mendengar ucapan dari teman dekatnya itu. “Kita punya ibu panti Dis. Jangan sedih ya …”
Adis mengangguk pelan. Tak lama terdengar suara langkah mendekati mereka. Siluet yang mereka tangkap, membuat kedua anak sebaya itu melihat ke arah depan kiri mereka. Terlihat ibu panti yang berjalan menuju mereka.
“Adis, ayo ikut ibu sebentar.”
ⴵⴵ
Penasaran gimana lanjutannya?? Kunjungi part 2 yaa
Komentar
Posting Komentar